Agama merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang perlu dipelajari oleh antropolog ataupun para ilmuwan sosial lainnya. Di dalam kehidupan masyarakat, agama muncul karena sifat ketauhidan masyarakat tersebut. Oleh karena itu agama perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia karena kebutuhan manusia terhadap sang maha pencipta. Di dalam agama dijumpai ungkapan materi dan budaya dalam tabiat manusia serta dalam sistem nilai, moral, etika, kajian agama, khususnya agama Islam merupakan kebutuhan hidup bagi masyarakat Indonesia, yang mayoritas. Oleh karena itu, kajian agama seperti Islam, Budha, Hindu tidak hanya sebatas konsep saja, teori dan aspek-aspek kehidupan manusia beserta hukumnya, tapi harus dihayati dan direnungi untuk diamalkan dalam kehidupan manusia. Ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal yang bersifat fisik tapi bersifat rohani. Karenanya agama merupakan suatu institusi ajaran yang menyajikan lapangan ekspresi dan implikasi yang begitu halus yang berbeda dengan suatu konsep hukum ataupun undang-undang yang dibuat oleh masyarakat.Berbeda lagi dengan paham keagamaan, dimana paham keagamaan merupakan perilaku atau cara berfikir seseorang atau kelompok keagamaan dalam merespon pesan-pesan keagamaan yang dianutnyaterutama yang tertuang dalam teks-teks suci keagamaan seperti Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Karena itu dalam religious studies (studi agama-agama) kajian tentang paham keagamaan masuk dalam wilayah fenomenologi agama. Mengkaji fenomena keagamaan, berarti mempelajari kehidupan manusia dalam kehidupan beragamanya. Fenomena keagamaan itu sendiri adalah cara berfikir, sikap dan perilaku manusia yang menyangkut hal-hal yang dipandang suci (The Holy), keramat (karamah) yang berasal dari suatu kegaiban, (Mattulada: 1988).
Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan salah satu Kabupaten di
antara 24 Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Selatan yang letaknya di ujung
selatan dan memanjang dari Utara ke Selatan. Daerah ini memiliki kekhususan,
yakni satu-satunya Kabupaten di Sulawesi Selatan yang seluruh wilayahnya
terpisah dari daratan Sulawesi Selatan dan lebih dari itu wilayah Kabupaten
Kepulauan Selayar terdiri dari gugusan beberapa pulau sehingga merupakan
wilayah kepulauan. Berdasarkan letak, Kepulauan Selayar merupakan kepulauan
yang berada di antara jalur alternatif perdagangan internasional yang
menjadikan Selayar secara geografis sangat strategis sebagai pusat perdagangan
dan distribusi baik secara nasional untuk melayani Kawasan Timur Indonesia
maupun pada skala internasional guna melayani negara-negara di kawasan
Asia.Pada kabupaten ini masyarakatnya mayoritas agama islam. Dimana bisa di rata-ratakan
sekitar 80% masyarakat kabupaten selayar adalah Islam. Agama yang lain yang
terdapat di kabupaten ini hanya Kristen, dan Budha. Agama hindu sangat jarang
dijumpai di daerah ini. Itupun agama Budha hanya terdapat di dua desa (satu
kecamatan) yaitu Kecamatan Passimasunggu yang bernama Desa Tongke-tongke dan
Biring Balang. Kemudian agama Kristiani hanya tedapat di Ibu kota
Kabupaten yaitu Kota Benteng. Hampir keseluruhan agama Kristiani yang terdapat
di Kabupaten Selayar yaitu keturunan Tiong-hoa. Yang menetap di selayar secara
turun temurun.
Oleh sebab itu Kabupaten Selayar memiliki adat istiadat yang
sangat identik dengan agama Islam, karena secara nyata memang masyarakatnya di
dominasi agama Islam. Dimana seperti adat pada saat memperingati hari Nabi
Besar Muhammad SAW. Dan ini berlangsung sangat lama, biasanya di mulai dari
bulan Maret-awal Mei. Dan di kenal dengan nama (Mulu’). Serta mempertunjukkan
adat maulid dari desa-desa. Yang dinamakan Pa’belu. Namun selain itu masyarakat
di kabupaten ini juga, masih ada sebagian masyarakatnya yang mempercayai
animisme dan dinamisme. Dimana masih banyak sebagian orang yang percaya
terhadap benda-benda gaib, atau pohon-pohon gaib. Serta kuburan-kuburan
sejarah. Mereka biasanya membawa sebuah sesajian sebagai tanda terima kasih
atas apa yang mereka dapatkan, yang pernah mereka ungkapkan pada saat datang ke
tempat yang mereka percayai memiliki kekuatan gaib dan meyakini akan mewujudkan
apa yang mereka inginkan. Sedangkan terhadap agama kristiani atau budha itu
tidak terlalu Nampak bagaimana mereka beribadah dan kepercayaan-kepercayaan
lain yang mereka yakini selain agama yang benar-benar riil kita lihat.
Berbeda lagi dengan yang ada di pulau-pulau kecil kepulauan
selayar itu sendiri, yaitu pulau Taka Bonerate. Yang secara etnis kawasan Taka
Bonerate dihuni oleh dua suku dominan yaitu Bajo sekitar 55%, dan bugis sekitar
40%, selebihnya suku campuran Muna-buton dan Palue 5%. Mereka pada umumnya
menganut agama Islam. Keyakinan ini sudah di peluk masyarakat setempat secara
turun temurun dan menjadi agama dominan di kawasan tersebut. Meskipun demikian,
kenyataan menunjukkan bahwa keyakinan mereka terhadap islam cenderung bersifat
formalistic, adhoc dan literer, karena itu perilaku keagamaan mereka belum
mampu meredam tindakan deskruktif yang mengancam kelestarian lingkungan pada
wilayah kwasan taka bonerate tersebut, khususnya tempat wisata alamnya yang
menjadikan Taka Bonerate terkenal di tingkat Internasional. Dimana mereka
melakukan pemboman maupun pembiusan ikan-ikan karang. Akibatnya ekosistem
terumbu karang di Taka Bonerate saat ini telah mengalami degradasi sampai
tingkat yang cukup mengkhawatirkan. Bila kondisi ini dibiarkan terus, jelas
tidak saja dapat mengancam kelestarian terumbu karang tetapi juga ekosistem
laut secara luas dapat dirusak secara permanen. Karena dominannya paham
keagamaan yang bersifat formalistik, adhoc, dan literer di kalangan masyarakat
Taka Bonerate, sehingga melahirkan pandangan tentang islam yang cenderung
“eksklusif”dan nyaris Jumud. Agama dipahami sekedar sebagai wacana ibadah
dalam arti sempit yakni ritus-ritus yang membangun hubungan manusia dengan
Tuhan (Theology). Sementara hubungan antara sesama manusia (sociology), apalagi
hubungan manusia dengan alamnya (cosmology) sama sekali tidak diletakkan
sebagai agenda penting dalam kerangka paham keagamaan mereka.
Paham keagamaan tersebut dianut dan terbangun oleh hamper sebagian
besar masyarakat, karena materi dan metode dakwah yang dikembangkan para
muballigh selama ini memang tidak menyentuh hal tersebut diatas. Sehingga agama
bagi mereka dipahami sebagai sesuatu yang bersifat eskatologis dan transenden
semata, tidak menyentuh apalagi menyapa kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
Kenyataan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa karena letaknya yang
spesifik, maka perlakuan dakwah mayarakat kepulauan semestinya dilakukan dengan
pendekatan yang khas dan tipikal yang tidak semestinya dilakukan dengan
perlakuan dakwah didaratan. Sebab pola interaksi, mata pencaharian, perilaku
budaya masyarakat kepulauan untuk menyebut beberapa diantaranya sangat jauh
berbeda dengan watak masyarakat daratan. Sementara terdapat kenyataan yang
memperlihatkan bahwa baik materi maupun metode dakwah yang digunakan oleh para
muballigh dikawasan tersebut cenderung sama dengan metode yang digunakan untuk
komunitas di daratan. Bahkan dalam tingkat yang lebih praktis terdapat
satu paham keagamaan yang demikian kuat pengaruhnya terhadap masyarakat yakni
apa yang oleh masyarakat kawasan kenal sebagai “Ajaran-ajaran Puang Rajuni”.
Ajaran ini berakar pada satu pemikiran keagamaan salah seorang ulama yang hidup
di pulau Rajuni kecil sekitar abad 20, yakni KH.Abdul Muin yang akrab disapa
dengan Puang Rajuni. Meski tinggal di Pulau Rajuni kecil, Puang Rajuni
berpengaruh luas hingga ke tujuh pulau disekitarnya. Menurut pengakuan Imam
Rajuni Abdul Majid, yang juga putra Puang Rajuni, bahwa KH.Abdul Muin atau
Puang Rajuni merupakan keturunan Pangeran Dipenegoro.
Masyarakat Selayar di kepulauan Taka Bonerate mrupakan penganut
setiaTariqat al-muhammadiyah yang diajarkan Puang Rajuni, warisan dari
orang tuanya KH. Moh. Said. Salah satu ajarannya adalah setelah sholat
jumat dilaksanakan lagi sholat dzuhur berjamaah. Model khutbahnya menggunakan
teks bahasa arab dan setelah selesai sholat diadakan Tahlil (membaca la
ilaha illallah) dengan suara keras sambil menggoyangkan kepala. Salahsatu
pengaruh Puang Rajuni dalam kehidupan beragama adalah fatwanya yang sampai
sekarang masih dipegang erat oleh masyarakat kepulauan Taka Bonerate yang ada
di Selayar tentang anjuran untuk tidak melakukan aktivitas melaut (menangkap
ikan) pada hari Jum’at sebab Jum’at adalah hari beribadah. Bagi masyarakat
Taka Bonerate hari jumat berbeda dengan hari lainnya. Sepanjang hari sabtu
hingga kamis merupakan hari kerja, berlayar, bermalam di samudera, berselimut
awan, dan berbantal ombak. Tetapi hari jum’at tiba. Semua itu tidak berlaku.
Bagi mereka yang ingin melaut hari itu, akan berangkat selepas Jum’at.
Tetapi sebagian besar warga memilih unutk libur. Paham keagamaan
seperti itu sudah tertanam secara turun temurun dan bahkan telah menjadi
tradisi dikalangan masyarakat nelayan Taka Bonerate samapai saat ini. Dalam
kehidupan spiritual atau tepatnya mungkin religio, magisme, dan pengaruh Puang
Rajuni cukup kuat, termasuk menyangkut etos kerja. Karena itu tidak heran
banyak yang berguru padanya. Muridnya berjumlah ratusan, umumnya mereka yang
bermukim pada kawasan Taka Bonerate. Menurut penuturan masyarakat setempat bila
salah seorang punya hajat misalnya, atau hendak memulai satu usaha, puang
Rajuni tidak terlupakan. Misalnya mencari hari baik untuk peluncuran perahu
baru, menentukan arah bangunan rumah, hari perkawinan dan sebagainya tidak
pernah terlepas dari nasehat Puang Rajuni. Puang Rajuni juga punya pengetahuan
yang cukup tentang hari-hari baik untuk melaut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar