Foto saya
Benteng, Sulawesi selatan, Indonesia
KIPAS Bulo Batti' ( Komunitas Pencinta Alam dan Seni Budaya Selayar )

Selasa, 20 Agustus 2013

Fenomena agama dalam ruang lingkup kehidupan sehari-hari khususnya di Kabupaten Selayar


Agama merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang perlu dipelajari oleh antropolog ataupun para ilmuwan sosial lainnya. Di dalam kehidupan masyarakat, agama muncul karena sifat ketauhidan masyarakat tersebut. Oleh karena itu agama perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia karena kebutuhan manusia terhadap sang maha pencipta. Di dalam agama dijumpai ungkapan materi dan budaya dalam tabiat manusia serta dalam sistem nilai, moral, etika, kajian agama, khususnya agama Islam merupakan kebutuhan hidup bagi masyarakat Indonesia, yang mayoritas. Oleh karena itu, kajian agama seperti Islam, Budha, Hindu tidak hanya sebatas konsep saja, teori dan aspek-aspek kehidupan manusia beserta hukumnya, tapi harus dihayati dan direnungi untuk diamalkan dalam kehidupan manusia. Ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal yang bersifat fisik tapi bersifat rohani. Karenanya agama merupakan suatu institusi ajaran yang menyajikan lapangan ekspresi dan implikasi yang begitu halus yang berbeda dengan suatu konsep hukum ataupun undang-undang yang dibuat oleh masyarakat.Berbeda lagi dengan paham keagamaan, dimana paham keagamaan merupakan perilaku atau cara berfikir seseorang atau kelompok keagamaan dalam merespon pesan-pesan keagamaan yang dianutnyaterutama yang tertuang dalam teks-teks suci keagamaan seperti Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Karena itu dalam religious studies (studi agama-agama) kajian tentang paham keagamaan masuk dalam wilayah fenomenologi agama. Mengkaji fenomena keagamaan, berarti mempelajari kehidupan manusia dalam kehidupan beragamanya. Fenomena keagamaan itu sendiri adalah cara berfikir, sikap dan perilaku manusia yang menyangkut hal-hal yang dipandang suci (The Holy), keramat (karamah) yang berasal dari suatu kegaiban, (Mattulada: 1988).  

Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan salah satu Kabupaten di antara 24 Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Selatan yang letaknya di ujung selatan dan memanjang dari Utara ke Selatan. Daerah ini memiliki kekhususan, yakni satu-satunya Kabupaten di Sulawesi Selatan yang seluruh wilayahnya terpisah dari daratan Sulawesi Selatan dan lebih dari itu wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar terdiri dari gugusan beberapa pulau sehingga merupakan wilayah kepulauan. Berdasarkan letak, Kepulauan Selayar merupakan kepulauan yang berada di antara jalur alternatif perdagangan internasional yang menjadikan Selayar secara geografis sangat strategis sebagai pusat perdagangan dan distribusi baik secara nasional untuk melayani Kawasan Timur Indonesia maupun pada skala internasional guna melayani negara-negara di kawasan Asia.Pada kabupaten ini masyarakatnya mayoritas agama islam. Dimana bisa di rata-ratakan sekitar 80% masyarakat kabupaten selayar adalah Islam. Agama yang lain yang terdapat di kabupaten ini hanya Kristen, dan Budha. Agama hindu sangat jarang dijumpai di daerah ini. Itupun agama Budha hanya terdapat di dua desa (satu kecamatan) yaitu Kecamatan Passimasunggu yang bernama Desa Tongke-tongke dan Biring Balang. Kemudian agama Kristiani hanya tedapat di Ibu kota  Kabupaten yaitu Kota Benteng. Hampir keseluruhan agama Kristiani yang terdapat di Kabupaten Selayar yaitu keturunan Tiong-hoa. Yang menetap di selayar secara turun temurun.
Oleh sebab itu Kabupaten Selayar memiliki adat istiadat yang sangat identik dengan agama Islam, karena secara nyata memang masyarakatnya di dominasi agama Islam. Dimana seperti adat pada saat memperingati hari Nabi Besar Muhammad SAW. Dan ini berlangsung sangat lama, biasanya di mulai dari bulan Maret-awal Mei. Dan di kenal dengan nama (Mulu’). Serta mempertunjukkan adat maulid dari desa-desa. Yang dinamakan Pa’belu. Namun selain itu masyarakat di kabupaten ini juga, masih ada sebagian masyarakatnya yang mempercayai animisme dan dinamisme. Dimana masih banyak sebagian orang yang percaya terhadap benda-benda gaib, atau pohon-pohon gaib. Serta kuburan-kuburan sejarah. Mereka biasanya membawa sebuah sesajian sebagai tanda terima kasih atas apa yang mereka dapatkan, yang pernah mereka ungkapkan pada saat datang ke tempat yang mereka percayai memiliki kekuatan gaib dan meyakini akan mewujudkan apa yang mereka inginkan. Sedangkan terhadap agama kristiani atau budha itu tidak terlalu Nampak bagaimana mereka beribadah dan kepercayaan-kepercayaan lain yang mereka yakini selain agama yang benar-benar riil kita lihat.
Berbeda lagi dengan yang ada di pulau-pulau kecil kepulauan selayar itu sendiri, yaitu pulau Taka Bonerate. Yang secara etnis kawasan Taka Bonerate dihuni oleh dua suku dominan yaitu Bajo sekitar 55%, dan bugis sekitar 40%, selebihnya suku campuran Muna-buton dan Palue 5%. Mereka pada umumnya menganut agama Islam. Keyakinan ini sudah di peluk masyarakat setempat secara turun temurun dan menjadi agama dominan di kawasan tersebut. Meskipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa keyakinan mereka terhadap islam cenderung bersifat formalistic, adhoc dan literer, karena itu perilaku keagamaan mereka belum mampu meredam tindakan deskruktif yang mengancam kelestarian lingkungan pada wilayah kwasan taka bonerate tersebut, khususnya tempat wisata alamnya yang menjadikan Taka Bonerate terkenal di tingkat Internasional. Dimana mereka melakukan pemboman maupun pembiusan ikan-ikan karang. Akibatnya ekosistem terumbu karang di Taka Bonerate saat ini telah mengalami degradasi sampai tingkat yang cukup mengkhawatirkan. Bila kondisi ini dibiarkan terus, jelas tidak saja dapat mengancam kelestarian terumbu karang tetapi juga ekosistem laut secara luas dapat dirusak secara permanen. Karena dominannya paham keagamaan yang bersifat formalistik, adhoc, dan literer di kalangan masyarakat Taka Bonerate, sehingga melahirkan pandangan tentang islam yang cenderung “eksklusif”dan nyaris Jumud. Agama dipahami sekedar sebagai wacana ibadah dalam arti sempit yakni ritus-ritus yang membangun hubungan manusia dengan Tuhan (Theology). Sementara hubungan antara sesama manusia (sociology), apalagi hubungan manusia dengan alamnya (cosmology) sama sekali tidak diletakkan sebagai agenda penting dalam kerangka paham keagamaan mereka.
Paham keagamaan tersebut dianut dan terbangun oleh hamper sebagian besar masyarakat, karena materi dan metode dakwah yang dikembangkan para muballigh selama ini memang tidak menyentuh hal tersebut diatas. Sehingga agama bagi mereka dipahami sebagai sesuatu yang bersifat eskatologis dan transenden semata, tidak menyentuh apalagi menyapa kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Kenyataan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa karena letaknya yang spesifik, maka perlakuan dakwah mayarakat kepulauan semestinya dilakukan dengan pendekatan yang khas dan tipikal yang tidak semestinya dilakukan dengan perlakuan dakwah didaratan. Sebab pola interaksi, mata pencaharian, perilaku budaya masyarakat kepulauan untuk menyebut beberapa diantaranya sangat jauh berbeda dengan watak masyarakat daratan. Sementara terdapat kenyataan yang memperlihatkan bahwa baik materi maupun metode dakwah yang digunakan oleh para muballigh dikawasan tersebut cenderung sama dengan metode yang digunakan untuk komunitas di daratan. Bahkan dalam tingkat yang lebih praktis terdapat satu paham keagamaan yang demikian kuat pengaruhnya terhadap masyarakat yakni apa yang oleh masyarakat kawasan kenal sebagai “Ajaran-ajaran Puang Rajuni”. Ajaran ini berakar pada satu pemikiran keagamaan salah seorang ulama yang hidup di pulau Rajuni kecil sekitar abad 20, yakni KH.Abdul Muin yang akrab disapa dengan Puang Rajuni. Meski tinggal di Pulau Rajuni kecil, Puang Rajuni berpengaruh luas hingga ke tujuh pulau disekitarnya. Menurut pengakuan Imam Rajuni Abdul Majid, yang juga putra Puang Rajuni, bahwa KH.Abdul Muin atau Puang Rajuni merupakan keturunan Pangeran Dipenegoro. 
Masyarakat Selayar di kepulauan Taka Bonerate mrupakan penganut setiaTariqat al-muhammadiyah yang diajarkan Puang Rajuni, warisan dari orang tuanya  KH. Moh. Said. Salah satu ajarannya adalah setelah sholat jumat dilaksanakan lagi sholat dzuhur berjamaah. Model khutbahnya menggunakan teks bahasa arab dan setelah selesai sholat diadakan Tahlil (membaca la ilaha illallah) dengan suara keras sambil menggoyangkan kepala. Salahsatu pengaruh Puang Rajuni dalam kehidupan beragama adalah fatwanya yang sampai sekarang masih dipegang erat oleh masyarakat kepulauan Taka Bonerate yang ada di Selayar tentang anjuran untuk tidak melakukan aktivitas melaut (menangkap ikan) pada hari Jum’at sebab Jum’at adalah hari beribadah. Bagi masyarakat Taka Bonerate hari jumat berbeda dengan hari lainnya. Sepanjang hari sabtu hingga kamis merupakan hari kerja, berlayar, bermalam di samudera, berselimut awan, dan berbantal ombak. Tetapi hari jum’at tiba. Semua itu tidak berlaku. Bagi mereka yang ingin melaut hari itu, akan berangkat selepas Jum’at.
Tetapi sebagian besar warga memilih unutk libur. Paham keagamaan seperti itu sudah tertanam secara turun temurun dan bahkan telah menjadi tradisi dikalangan masyarakat nelayan Taka Bonerate samapai saat ini. Dalam kehidupan spiritual atau tepatnya mungkin religio, magisme, dan pengaruh Puang Rajuni cukup kuat, termasuk menyangkut etos kerja. Karena itu tidak heran banyak yang berguru padanya. Muridnya berjumlah ratusan, umumnya mereka yang bermukim pada kawasan Taka Bonerate. Menurut penuturan masyarakat setempat bila salah seorang punya hajat misalnya, atau hendak memulai satu usaha, puang Rajuni tidak terlupakan. Misalnya mencari hari baik untuk peluncuran perahu baru, menentukan arah bangunan rumah, hari perkawinan dan sebagainya tidak pernah terlepas dari nasehat Puang Rajuni. Puang Rajuni juga punya pengetahuan yang cukup tentang hari-hari baik untuk melaut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar